NewsLine

Selamat datang di blog GiastaGinting... Semoga blog ini bermanfaat bagi anda.

Minggu, 06 November 2011

PERAN KELUARGA DALAM KASUS BUNUH DIRI ANAK DAN REMAJA

Bunuh diri yang dilakukan oleh anak dan remaja, dikhawatirkan berkembang menjadi perilaku yang fenomenal. Penelitian ini ingin menemukan bagaimana peran keluarga dalam kasus-kasus bunuh diri anak dan remaja yang selama ini terjadi. Ini akan bermanfaat dalam menjelaskan tantang salah satu faktor penting keluarga dalam pembentukan perilaku anak dan remaja. Penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini, karena memungkinkan untuk menemukan hal-hal yang tidak terduga. Observasi dan wawancara kepada orang-orang yang mengenal pelaku menjadi alat pengumpul data utama. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara terarah memperhitungkan latar belakang subjek. Terpilihlah tiga subjek yang memiliki latar belakang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan sangat kuatnya peran keluarga dalam kasus-kasus bunuh diri anak dan remaja. Kondisi keluarga yang buruk menjadi bagian pendidikan masa kecil pelaku.Setidaknya pada penghujung tahun 2005 ada tiga kasus bunuh diri anak yang terjadi secara beruntun dalam kurun waktu satu bulan. Triiyono, siswa sebuah SMP kelas III di Kulon Progo, bunuh diri pada 22 November 2005 (Kedaulatan Rakyat,23 Desember). Disusul kemudian pada bulan Desember Awang Aditiya, siswa kelas IV SD di Kabupaten Gunung Kidul. Kurang dari satu minggu kemudian, masih di bulan Desember 2005, Syaiful Bahri, siswa SD kelas V di Kabupaten Demak. Pada 5 Juli 2005, seorang siswa kelas III SD di di kabupaten Bantul, juga melakukan bunuh diri (Kedaulatan Rakyat, 6 Juli).
Bunuh diri pada remaja terjadi lagi menyusul contoh-contoh di atas, dalam waktu satu beberapa bulan terakhir tahun 2007 ini. Sebagai contoh, kasus bunuh diri siswa kelas 8 sebuah SMP di daerah Gunung Kidul (Radar Jogja, 24 Juni), dan kasus bunuh diri oleh siswa kelas 8 SMP di Boyolali (Radar Solo,26 Juni). Fenomena tersebut menunjukkan betapa sangat memprihatinkannya kasus ini, sehingga memerlukan penanganan yang bersungguh-sungguh, terutama upaya untuk mencegahnya. Penggambaran yang jelas bagaimana bunuh diri itu terjadi dan fakor-faktor yang ada di sekitar subjek, setidaknya akan memberi arah terhadap upaya-upaya yang tepat untuk mencegah terjadinya kasus serupa pada masa yang akan datang. Penelitian yang mendalam dari beberapa kasus bunuh diri, memungkinkan untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan tertentu dari kasus bunuh diri. Kemudian pada akhirnya dapat ditemukan akar masalah yang sebenarnya dari sebab seseorang melakukan bunuh diri. Jika hanya dilihat dari surat yang ditinggalkan pelaku bunuh diri, atau persoalan yang memicu mereka melakukan bunuh diri, akan kelihatan sepele dan tidak masuk akal. Apa mungkin hanya karena uang ekstrakurikauler, seorang anak bunuh diri. Analisis yang mendalam, berarti tidak hanya melihat apa yang nampak bagi orang lain. Setidaknya tidak berhenti sampai di permukaan saja. Kajian-kajian yang selama ini ada, menyangkut sebab bunuh diri, tertuju pada adanya keputusasaan, kesedihan yang mendalam, atau secara lebih umum disebut depresi. Semua sebab tersebut mengarah pada kondisi psikologis pelaku bunuh diri, yakni mengurai secara subjektif faktor-faktor disposisional. Biasanya kemudian mengerucut pada sebab yang khusus yakni klinis dan sangat kasuistik. Maris (Kendall dan Hemman, 1998) mengemukakan beberapa faktor risiko bunuh diri berasal dari kondisi keluarga yang tidak baik. Terlebih, jika bunuh diri dilakukan oleh anak dan remaja. Kondisi psikologis anak dan remaja banyak tergantung pada kondisi keluarga yang memberikan pola pendidikan anak sejak masih kecil. Kondisi keluarga yang bagaimanakah yang ada dalam kasus bunuh diri yang pelakunya adalah anak dan remaja ?

Kajian Teori Secara umum seseorang dapat melakukan perbuatan nekat, karena takut, cemas atau sedih. Takut, cemas, atau sedih merupakan satu golongan: emosi negatif. Semuanya menjadi beban dan tidak menyenangkan bagi yang mengalaminya. Oleh karena itu orang dengan mudah merubahnya (takut menjadi depresi, cemas menjadi menjadi sedih) untuk mempertahan diri. Semua kondisi negatif itu merupakan tanda bahaya, adanya ancaman. Kondisi negatif terutama takut dan cemas, membuat orang yang mengalaminya menjadi sadar adanya tantangan bagi dirinya, sehingga kemudian mengembangkan kewaspadaan dan bersiap untuk bereaksi. Takut lebih kepada tantangan fisik, sedangkan cemas lebih kepada tantangan psikologis (Albin, 1987). Takut dan cemas memotivasi munculnya reaksi aktif untuk melawan atau lari. Takut dan cemas memunculkan upaya untuk mengintegrasikan diri menghadapi sumber-sumber ketakutan dan kecemasan. Jika persiapan ini tidak cukup, maka orang akan mencoba menghadapi dengan cara lain. Manifestasinya dapat berupa reaksi fisik, seperti sakit fisik, atau perilaku-perilaku aktif, seperti kesibukan atau keasikan tertentu, untuk mengurangi kecemasan dan katakutan itu. Aktivitas-aktivitas seperti merokok, “ngemil”, minum alkohol, merupakan perwujudan dari takut dan cemas tersebut.
Jika upaya tersebut belum dirasa berhasil, maka orang kemudian menyerah dan putus asa. Di sinilah orang mulai merubah kecemasan dan ketakutan menjadi depresi. Sesungguhnya depresi merupakan kondisi lebih menyeluruh dibandingkan dengan sekedar sedih dan kemurungan, tetapi juga menyangkut gangguan dalam berfikir dan sikap terhadap diri dan lingkungan (Albin, 1987). Oleh karena itu, depresi dianggap sebagai sebab bunuh diri yang paling dapat diterima dibandingkan dengan takut atau kecemasan. Depresi merupakan upaya subjektif terakhir yang dapat dilakukan oleh seseorang setelah ketakutan dan kecemasan. Depresi sering diartikan sebagai suatu gangguan psikis yang mempengaruhi fungsi-fungsi fisik, psikologis dan sosial dari seseorang (Culbertson, 1997). Oleh karena itu, Beck (1987) berpendapat bahwa depresi merupakan gangguan pikiran dari pada gangguan perasaan. Ini berbeda dengan ketakutan dan kecemasan yang lebih kepada masalah emosional. Ketika orang mengalami depresi, tidak lagi terasa adanya rasa takut dan cemas. Depresi dengan demikian dipakai sebagai cara menghadapi ketakutan dan kecemasan. Orang tidak mungkin cemas atau takut, ketika dia depresi. Begitu sebaliknya, orang tidak mungkin depresi, ketika ia takut dan cemas.
Pada kondisi yang normal, orang lebih berani secara rasional mengatakan dirinya depresi, daripada mengatakan dirinya bahagia (Baron dan Byrne, 1994). Seseorang merasa sudah aman dan enak, dalam kondisi depresi. Dengan sedikit pemicu sosial, misalnya kesendirian, orang mudah jatuh dalam kondisi depresi (Baron dan Byrne, 1994). Sehingga secara sosial pun, sebenarnya depresi lebih bisa dipakai sebagai penutup dari pengamatan orang lain sehingga sulit diketahui oleh orang lain di sekitarnya. Orang bisa lebih sembunyi dari pantauan orang lain. Kebanyakan, kalau tidak bisa disebut semuanya, pelaku bunuh diri tidak menyampaikan rencana bunuh diri kepada orang lain. Depresi lebih cenderung dalam perilaku tertutup, diam dan pasif. Orang depresi cenderung menutup diri dari lingkungan sosialnya. Orang-orang yang depresi memiliki kesulitan dalam hubungan sosial, berkomunikasi dengan orang lain, karena mereka memiliki pikiran-pikiran negatif terhadap orang lain (Blumberg dan Hokanson,1983). Inilah penyebab tindakan bunuh diri itu sulit diduga sebelumnya, sekalipun oleh orang-orang dekatnya. Hubungan sosialnya merasa terputus, termasuk orang-orang dekat sahabat atau keluarganya. Orang yang depresi seringan apapun, akan merasa tidak berdaya menghadapi tekanan lingkungan (eksternal). Dunia dan kehidupan ini semuanya bagaikan ancaman yang tidak bisa dihadapi, bagi orang yang depresi. Orang yang mengalami depresi akan berkeyakinan bahwa sudah tidak ada jalan bagi dirinya untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapinya. Keluarga dan orang-orang dekat menjadi tumpuan utama bagi penyelesaian. Apalagi jika terjadi pada anak dan remaja yang sedang mengalami perkembangan fisik dan kognitif.
Kemasakan fisik dan kognitif pada anak dan remaja, akan memicu terjadinya perkembangan pada aspek-aspek lain. Hal Ini membutuhkan kesempatan dalam hubungan sosial. Oleh karena itu problem yang dihadapi oleh mereka adalah pengujian diri dalam interaksi dengan lingkungan sosial. Sebuah proses untuk penegasan diri atas kedewasaanya dalam kancah lingkungan sosialnya. Munculnya masalah yang dihadapi oleh remaja bisa dipastikan oleh sebab-sebab yang bersifat eksternal, yaitu lingkungan sosialnya. Bunuh diri misalnya, selalu ditimbulkan oleh kondisi ekstrim lingkungan hidup remaja pelaku bunuh diri (Clarke-Stewart, and Koch, 1983). Selanjutnya Clarke-Stewart dan Koch (1983) mengidentifikasi bahwa kasus bunuh diri pada remaja berkaitan dengan tekanan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial lainnya. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat kondisi keluarga pelaku bunuh diri anak dan remaja dan kaitan kondisi tersebut dalam proses terjadinya bunuh diri. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dan deskriptif. Terarah pada individu yang telah melakukan bunuh diri dan kondisi keluarganya. Keterangan ini akan dikonstruksi untuk menemukan penjelasan tentang bagimana kondisi keluarga pelaku dan bagaimana kaitanya dengan perilaku bunuh diri.
Alat pengumpul data utama adalah obeservasi dan interviu. Observasi dilakukan untuk melihat kondisi rumah dan keluarga subjek. Interviu diajukan kepada significant person, seperti orang tuanya dan tetangganya, untuk menggali berbagai informasi mengenai keluarga dan subjek, Data-data juga diperoleh dari dokumen, hasil karya pelaku bunuh diri. Subjek yang masih bisa hidup (bisa diselamatkan), dilakukan interviu dan tes psikologi.
Pendekatan fenomenologis dipergunakan untuk memperoleh makna tersirat dan teoritik dari sejumlah data temuan. Model snow ball dipergunakan untuk memastikan telah diperoleh data yang cukup untuk diambil kesimpulan dan dipergunakan untuk keperluan atas sumber data berikutnya. Sampling penelitian ini menggunakan teknik purposive, yakni mempertimbangkan pilihan terhadap ciri-ciri pelaku bunuh diri dan lingkungan sosialnya. Sejumlah pelaku bunuh diri yang masih anak dan remaja yang diperkirakan memiliki karakteristik keluarga yang berbeda akan dipilih sebagai sampel. Ada kasus bunuh diri yang pelakunya masih hidup. Subjek ini menjadi pilihan pertama dan utama (Subjek A, laki-laki), karena diharapkan memperoleh sejumlah fakta dan data yang cukup banyak. Kemudian dicari subjek lain yang berjenis kelaimin perempuan dan umurnya lebih besar (SMA atau yang setingkat), maka diperoleh Subjek B. Subjek C dipilih karena usianya paling muda yaitu 13 tahun dan sedang duduk di kelas satu sebuah SMP. Di samping itu, subjek C tinggal dan bersekolah di suatu daerah yang jauh dari subjek A dan B, sehingga diperkirakan memiliki latar belakang sosial dan budaya yang berbeda. Sejumlah data temuan kemudian dinalisis secara teoritik dan logik untuk memperoleh kesimpulan sementara. Kemudian kesimpulan ini dipakai untuk acuan pengumpulan data berikutnya. Begitu seterusnya, sampai pada kesimpulan yang jika dicarikan datanya lagi sudah cocok.

Hasil Temuan dan Pembahasan:

1. Temuan SUBJEK A A adalah laki-laki berusia 15 tahun. Ia Melakukan percobaan bunuh diri namun gagal pada waktu kelas III SMP. Subjek merupakan anak sulung dari dua bersaudara, adiknya perempuan usia 9 tahun dan duduk di kelas III SD. A hidup bersama kakek dan neneknya sejak kecil, diasuh oleh ibunya yang tinggal bersama dengan kakek dan neneknya itu, tanpa memiliki kejelasan siapa ayah kandungnya. Subjek hidup bersama nenek dan kakek yang keduanya berusia 60 tahunan. Pendidikan yang diterapkan terhadap subjek (cucunya) cukup keras. A sering dimarahi dan diumpat dengan kata pedas seperti “minggat”. Ibu A sendiri merupakan anak tunggal dari kedua kakek-nenek tersebut. Ibu subjek berusia 35 tahunan dan sampai sekarang bersatatus tidak memiliki suami. Secara fisik berpenampilan sederhana, namun masih terlihat cantik. Pekerjaannya sekarang bertani, ikut membantu orangtuanya menggarap sawah. Sebelumnya ia pernah bekerja di kota sebagai pelayan warung makan. Bahkan pernah ke luar daerah dengan pekerjaan yang tidak diketahui.
Ibu subjek memiliki dua anak, tetapi siapa ayah kedua anaknya tidak diketahui, baik oleh tetangga maupun kakek dan neneknya. Hal ini sering menjadi pembicaraan tetangga. Ayah dari kedua anak itupun kemungkinan berbeda. Subjek dikandung oleh ibunya, setelah ia bekerja ke luar daerah, yang kemudian pulang dalam keadaan hamil dan melahirkan di rumah. Begitu juga adiknya, ibunya pulang dari bekerja di sebuah rumah makan di kota, pulang dalam keadaan hamil dan melahirkan di rumah juga. Subjek dan adiknya dibesarkan di kampung sampai sekarang. Hasil tes psikologi memperlihatkan bahwa subjek merasa lebih dekat figur ayah, daripada figur ibunya. Ia ingin selalu berlindung pada bapaknya, tetapi gambaran mengenai bapaknya kabur. Ibunya digambarkan sebagai sosok yang kurang terbuka, buruk dan memalukan. Subjek sadar bahwa perilaku buruk ibunya diketahui oleh masyarakat sekitarnya. SUBJEK B B adalah seorang perempuan yang pada waktu melakukan bunuh diri masih bersekolah di suatu SMK di ibukota propinsi, kelas I, berumur 16 tahun. B beragama Islam. Perawakannya sedang, dan kulitnya sawo matang. Subjek adalah anak sulung dan memilki seorang adik laki-laki yang sudah meninggal tiga bulan sebelum subjek bunuh diri. Sejak kecil B diasuh oleh ibunya bersama kakek dan neneknya, di sebuah desa di perbukitan jauh dari kota. Bapaknya bercerai dengan ibunya ketika ia masih berumur sekitar 7 tahun. Keberadaan bapaknya saat ini tidak diketahui secara pasti. Ibunya menikah lagi, sehingga subjek mempunyai ayah tiri. Sesudah pernikahan kedua ibunya, neneknya meninggal. Subjek hidup bersama ayah tiri, ibu, kakek dan adiknya, sampai 2 tahun yang lalu ketika ibunya meninggal dunia. Sejak saat itu subjek dibawa oleh ayah tirinya bersama dengan adiknya ke kota dan bersekolah di SMK kota tersebut. Kemudian di kota itu adik laki-lakinya meninggal tiga bulan, sebelum subjek bunuh diri.
Secara praktis lingkungan keluarga yang membentuk diri subjek adalah lingkungan kakek dan kemudian lingkungan pamannya. Usia kakek yang sudah mencapai 71 tahun, menyebabkan banyak urusan ditangani oleh pamannya. SUBJEK C Usia subjek pada saat melakukan bunuh diri 12 tahun; ia seorang anak laki-laki; berperawakan sedang; mukanya bagus; penampilan fisik normal (biasa); perilaku sehari-harinya biasa atau tidak ada yang aneh. C adalah anak pertama dari dua bersaudara, adiknya perempuan berusia delapan tahun; mereka hidup bersama nenek-kakeknya dari pihak ibu sejak kecil karena menjadi korban perceraian orangtuanya. Rumah tinggal C berada di perbukitan, kurang lebih lima kilometer dari jalan besar; masuk melalui sebuah jalan yang beraspal tetapi sudah rusak, kemudian masuk ke jalan yang lebih kecil lagi dan tidak beraspal. Rumahnya sederhana dengan dinding setengah tembok dan setengah anyaman bambu di atasnya; terletak di lereng sebuah bukit dan jarak rumah satu dengan lainnya agak berjauhan. Daerah sekitarnya tidak subur dengan banyak ditumbuhi pohon jati. Di dekat rumah ada kuburan orang terkenal dan sering dipakai untuk ziarah atau nenepi .
Subjek tinggal bersama seorang adik perempuan, kakek dan neneknya yang berusia 60 tahunan lebih. Tingkat sosial ekonomi mereka cukup rendah. Orangtuanya bercerai, ketika anak berusia delapan tahun dan adiknya berusia enam tahun, sejak itu ia tinggal bersama nenek dari ibunya.
Sekarang kedua orangtuanya tinggal bersama pasanganya masing-masing, namun biaya hidup dicukupi oleh kedua orangtuanya. Tetapi kedua orangtuanya jarang datang menengok ke rumah mereka. Semua urusan dilakukan oleh kakek dan neneknya, termasuk urusan sekolah. Nenek dan kakeknya terlihat agak keras dalam mendidik kedua cucunya itu. Mereka sedikit agak tidak peduli dan membiarkan. Meskipun demikian, hubungan dengan kedua cucunya, tidak ada masalah. 2. Pembahasan Munculnya masalah yang dihadapi oleh remaja bisa dipastikan oleh sebab-sebab yang bersifat eksternal yaitu lingkungan sosialnya. Bunuh diri misalnya, selalu ditimbulkan oleh kondisi ekstrim lingkungan hidup remaja pelaku bunuh diri (Clarke-Stewart, dan Koch, 1983). Bahkan lebih dijelaskan lagi oleh Clarke-Stewart dan Koch (1983) bahwa kasus bunuh diri pada remaja berkaitan dengan tekanan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial lainnya. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa semua subjek selalu mendapatkan tekanan dari lingkungan sekitar, baik yang berasal dari sekolah dan kelompok atau dari lingkungan keluarga. Tekanan ini membuat subjek mencoba mengatasi dengan berbagai cara, di antaranya adalah melarikan diri dari lingkungannya. Subjek cenderung menjadi tertutup dan pendiam. Semua subjek dalam penelitian ini menunjukkan kecendeungan ini.
Penyebab dari depresi banyak berkaitan dengan kondisi keluarga (Kendall dan Hammen, 1998). Rupanya keluarga dapat menjadi peredam adanya depresi yang mungkin dialami oleh seseorang. Keluarga dijadikan pelindung emosional bagi seseorang. Karena depresi menjadi penyebab utama dari perilaku bunuh diri, maka pastilah ada sesuatu yang buruk dalam keluarga sehingga tidak mampu memberikan perlindungan emosional bagi anaknya. Akibatnya, anak akan merasa tidak memiliki pelindung yang memberi dukungan sosial pada saat menghadapi persoalan. Pola hubungan keluarga juga sangat menentukan munculnya kondisi tanpa perlindungan tersebut di atas. Oleh Coleman dkk (1986) pola keluarga itu disebut sebagai struktur keluarga yang cenderung menghasilkan anak yang kurang mampu menghadapi stres. . Para subjek dalam penelitian ini berasal dari keluarga yang tidak utuh. Subjek A adalah seorang yang tidak memiliki ayah yang jelas. Ia hidup hanya bersama ibu dan kakek-neneknya. Subjek B adalah wanita yang ditinggal ayahnya karena kasus perceraian, sehingga ia diasuh oleh kakek-neneknya. Subjek C hidup bersama kakek-neneknya, karena orang tuanya bercerai, dan mereka tinggal dengan keluarganya masing-masing setelah menikah dengan orang lain. Keluarga yang tidak utuh, disebut oleh Coleman dkk (1986) sebagai salah satu bentuk keluarga yang patogenik, bermasalah.
Dalam suatu keluarga ada sejumlah relasi interpersonal anak dan keluarganya, secara terus menerus akan menimbulkan individualitas, yakni suatu penegasan diri. Hal ini oleh Wibowo (2004) diperkirakan dapat memunculkan rasa percaya diri dan rasa mampu memformulasikan pendapatnya. Keluarga yang patogenik, sebaliknya tidak mampu menumbuhkan individualitas tersebut. Sehingga rasa percaya diri dan kemampuan berhubungan dengan orang menjadi rendah. Kondisi ini terlihat pada semua subjek yang menunjukkan rasa rendah diri dan bukanlah orang-orang yang memiliki peran dalam keluarga dan lingkungnnya. Semua kondisi keluarga yang demikian itu dialami para subjek sejak kecil. Disamping keluarga yang tidak utuh, juga semua subjek dalam asuhan nenek-kakeknya. Kondisi demikian merupakan kondisi yang tidak menguntungkan dalam pola asuh keluarga. Seseorang yang hidup bersama nenek-kakeknya cukup lama, akan cenderung dimanjakan (Baron dan Byrne, 1994). Anak yang dimanjakan akan terbiasa dengan pelayanan, sehingga akan kurang memiliki daya juang dan mudah putus asa. Clarke-Stewart dan Koch (1983) mengidentifikasi bahwa kasus bunuh diri pada remaja berkaitan dengan tekanan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial lainnya. Secara umum, memang remaja lebih banyak menghadapi masalah sosial. Bagaimana remaja menghadapi penyesuaian dengan lingkungan sosial, perubahan-perubahan sosial yang begitu cepat, menghadapi tekanan sosial dan tuntutan orang tua. Oleh karena itu, pelaku bunuh diri digambarkan sebagai seseorang yang sedang menghadapi persoalan degradasi status sosial dan masalah hubungan interpersonal (Perlman dan Cozby, 1983). Artinya remaja cenderung merasa kurang memperoleh tempat dalam lingkungan sosial, dan karena itu akan selalu berusaha memperoleh status sosial itu kembali. Pengakuan dari lingkungan sosial menjadi bagian yang sangat dicari oleh remaja.
Menjadi jelas kiranya, bahwa remaja sekarang memperoleh tekanan yang kuat dari berbagai lingkungan sosial. Lingkungan yang paling luas adalah industrialisasi yang kemudian menaikkan standar hidup dan standar pendidikan. Kondisi ini akan menekan lingkungan keluarga, dan langsung akan menekan kehidupan remaja (Parker dkk, 1990). Peran media massa elektronik yang sangat besar dalam kehidupan sekarang ini, membuat remaja harus memacu diri mengikuti standar hidup yang meninggi. Kegagalan untuk mengikuti irama hidup yang terus berubah ini, menyebabkan mereka merasa tidak mampu mengikutinya. Sementara dorongan keluarga yang diharapkan bisa memupus perasaan itu, justru ikut menekan remaja. Kondisi seperti itulah yang akan memunculkan mereka berusaha keras untuk mengatasinya. Kondisi tersebut nampak pada para subjek penelitian ini. Tekanan sosial ditunjukkan oleh kebingungan subjek B untuk menentukan siapa pacar yang akan dinikahi. Subjek B adalah anak sulung dan ditinggal mati ibunya, ditinggal pergi ayahnya, selanjutnya ditinggal mati ayah tirinya. Subjek A, mendapat tekanan dari sekolah dan lingkungan rumahnya, dari kakek-neneknya, sedangkan ia adalah anak sulung. Subjek A tidak memiliki ayah yang secara sosial pasti memberi tekanan kepadanya. Subjek C demikian juga, mendapat tekanan sosial karena dituduh mencuri oleh teman-teman dan pihak sekolahnya. Ketika subjek mengalami peristiwa seperti ini maka ia tidak dapat berlindung dari keluarganya, karena keluarga subjek tidak kokoh dan bahkan menjadi sumber tekanan.  

Kesimpulan dan Saran
Depresi menjadi faktor penyebab utama bunuh diri yang bersifat internal. Depresi saja tidak cukup kuat untuk memunculkan perilaku bunuh diri pada anak dan remaja. Adanya kondisi eksternal yang buruk baru akan memicu perilaku bunuh diri. Faktor eksternal, berupa lingkungan yang berkaitan dengan bunuh diri adalah tekanan sosial yang cukup kuat disertai dengan kondisi keluarga yang tidak mampu mencairkan tekanan itu. Bahkan keluarga menjadi sumber tekanan bagi pelaku bunuh diri. Jika tekanan itu datang dari lingkungan sosial di luar keluarga, sedangkan kondisi keluarga tidak kokoh, maka tidak mampu memberikan perlindungan emosional. Keluarga berperan penting dalam perilaku bunuh diri anak dan remaja, melalui dua jalur. Pertama, kondisi keluarga yang buruk menyebabkan anak dan remaja mudah mengalami depresi. Kedua, keluarga merupakan benteng terakhir bagi anak dan remaja untuk menghadapi problem dan tekanan sosial. Dukungan keluarga yang cukup mampu menjadi pelindung menghadapi tekanan dan masalah yang dihadapinya. Ketika pelindung terakhir ini, yaitu keluarga tidak kuat, maka bunuh diri dianggap menjadi jalan keluar satu-satunya. Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini : 
1. Perlunya pembentukan keluarga yang lengkap, terutama pada masa kecil anak. Keluarga menjadi fondasi utama pencegahan terhadap kasus bunuh diri.
2. Keluarga sebaiknya diarahkan menjadi peredam dan pencair dari masalah yang dihadapi oleh anak dan remaja. Perlu dicegah, jangan sampai keluarga justru menjadi sumber tekanan terhadap anak.

http://eprints.uad.ac.id/90/1/Choirul_Anam_%28PERAN_KELUARGA_DALAM_KASUS_BUNUH_DIRI_ANAK_DAN_REMAJA%29.pdf

Sabtu, 05 November 2011

Manusia Sebagai Mahluk Individu


Manusia itu disebut individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum, dan mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Seringakli pula terdapat konflik dalam diri individu, individu tersebut telah dapat menemukan kepribadiannya.

Pertumbuhan adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju.
Proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh timbal balik dari pengalaman atau empiri luar melalui pancaindera yang menimbulkan sensations.
Pertumbuhan ini adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal suatu yang semula mengenal sesuatu.
Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ini adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal suatu yang semula mengenal sesuatu secara keseluruhan baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
Sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan :
-Pendirian Nativistik, dibawa sejak lahir
-Pendirian Empiristik dan environmentalistik, tergantung pada lingkungan
-Pendirian konvergensi dan interaksionisme.

Interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu.
1.       Masa vital yaitu dari usia 0.0 sampai kira-kira 2 tahun.
Pada masa vital ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya
2.      Masa estetik dari umur kira-kira 2 tahun sampai kira-kira 7 tahun
Masa estetik ini dianggap sebagai masa pertumbuhan arasa keindahan.
pertumbuhan anak yang terutama adalah fungsi pancaindera
Pada masa ini terjadi apa yang kita sebut dengan menghendaki dan kehendak yang dimiliki tidak dapat ditahan-tahan; makna tetapi kalau dia telah memperolehnya maka dia tidak lagi memperdulikannya
3.       Masa intelektual dari kira-kria 7 tahun sampai kira-kira 13 tahun atau 14 tahun
-Ada beberapa sifat khas pada anak-anak masa ini antara lain
-Korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah
-Tunduk kepada peraturan-peraturan, permainan yang tradisional kecenderungan memuji diri sendiri

4.      Masa sosial, kira-kira umur 13 atau 14 tahun sampai kira-kira 20 – 21 tahun
-Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal maka soal itu dianggap tidak penting
-Senang membandingkan dirinya dengan anak lain
-Adanya minat kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit
-Amat realistik ingin tahu, ingin belajar
-Gemar membentuk kelompok sebaya dan lainnya

KELUARGA DAN FUNGSINYA DIDALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.
Keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep keluarga.
Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi.
Para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk suatu rumah tangga (household).

Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang  yang berinteraksi dan saling berkomunikasi. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.

MASYARAKAT SUATU UNSUR DARI KEHIDUPAN MANUSIA
Masyarakat adalah sekumpulan manusia atau kesatuan hidup manusiayang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Sosial masyarakat dinyatakan sebagai sekelompok manusia dalam suatu kebersamaan hidup dan dengan wawasan hidup yang bersifat kolektif, yang menunjukkan keteraturan tingkah laku warganya guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan.
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi :
Masyarakat sederhana.
pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin
Masyarakat Maju
tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Terdiri dari Masyarakat non industri dan Masyarakat Industri.


Pemuda dan Sosialisasi

Pemuda adalah golongan manusia manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung.
Sekarang keragaman pemuda Indonesia dilihat dari kesempatan pendidikannya serta dihubungkan dengan keragaman penduduk dalam suatu wilayah.


Pemuda Indonesia
Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda Indonesia adalah sebagai berikut
Masa bayi                     : 0 – 1 tahun
Masa anak                    : 1 – 12 tahun
Masa Puber                   : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda               : 15 – 21 tahun
Masa dewasa                : 21 tahun keatas

Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya manusia muda, 16 – 21 tahun keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi dan 18(21) tahun adalah usia yang telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai baik pemerintah maupun swasta dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang berusia 18 – 30 – 40 tahun.
Pemuda “pembangkit” mereka adalah pengurai  atu pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial.
Pemuda pdelinkeun atau pemuda nakal, mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat .



Sosialisasi Pemuda
Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk.
Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan.
Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang
merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya
sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari.
Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, juga membentuk kedirian yang ideal.
Thomas Ford Hoult, menyebutkan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapat dalam kebudayaan masyarakatnya.

INTERNALISASI, BELAJAR DAN SPESIALISASI
Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi sosial.
Istilah internasilasasi lebih ditekankan pada norma-nroma individu yang menginternasilasikan norma-norma tersebut.
Belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku.
Spesialisasi ditekankan pada kekhususan yagn telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul melalui proses yang agak panjang dan lama.




Minggu, 09 Oktober 2011

ISD (Ilmu Sosial Dasar)

A.ISD Sebagai salah satu MKDU



ILMU SOSIAL DASAR SEBAGAI KOMPONEN MATA KULIAH DASAR UMUM

Menghadapi masalah-masalah dalam penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi, demikian pula untuk memenuhi tutuntutan masyarakat dan negara , maka diselenggarakan program-program pendidikan umum. Tujuan pendidikan umum di perguruan tinggi adalah :
1.     Sebagai usaha membantu perkembangan kepribadian mahasiswa agar mampu berperan sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta agama
2.     Untuk menumbuhkan kepekaan mahasiswa terhadap masalah-masalah dan kenyataan-kenyataan sosial yang timbul di dalam masyarakat Indonesia
3.     Memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa agar mereka mampu berpikir secara interdisipliner, dan mampu memahami pikiran para ahli berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dengan demikian memudahkan mereka berkomunikasi
Pendidikan umum yang diselenggarakan oleh universitas dan institut kemudian dikenal dengan mata kuliah, yaitu: 1) Agama, 2) Kewarganegaraan, 3) Pancasila, 4) Kewiraan, 5) IBD dan 6) ISD.
Ilmu sosial dasar adalah salah satu mata kuliah dasar umum yang merupakan matakuliah wajib yang diberikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Tujuan diberikannya mata kuliah ini adalah semata-mata sebagai salah satu usaha yang diharapkan dapat memberikan bekal kepada mahasiswa untuk dapat peduli terhadap masalah – masalah sosial yang terjadi dilingkungan dan dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial dasar.




Secara khusus mata kuliah dasar umum bertujuan untuk menghasilkan warga Negara sarjana yang :
1.    Berjiwa Pancasila sehingga segala keputusan serta tindakannya mencerminkan pengamalan nilai-nilai pancasila dan memiliki integritas kepribadian yang tinggi.
2.    Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3.    Memiliki wawasan komprehensif dan pendekatan integral.
4.    Memiliki wawasan budaya yang luas tentang kehidupan bermasyarakat.

LATAR BELAKANG, PENGERTIAN DAN TUJUAN  ISD

Latar belakang diberikannya ISD adalah banyaknya kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan kita oleh sejumlah para cendikiawan, terutama sarjana pendidikan, sosial dan kebudayaan. Hal lain, sistem pendidikan kita menjadi sesuatu yang “elite” bagi masyarakat kita sendiri, kurang akrab dengan lingkungan masyarakat, tidak mengenali dimensi – dimensi lain di luar disiplin ikeilmuannya.
Pendidikan tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang memiliki seperangkat pengetahuan yang terdiri atas:
1.    Kemampuan akademis; adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berpikir logis, kritis, sitematis, dan analitis
2.    Kemampuan professional; adalah kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan.
3.    Kemampuan personal ; adalah kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, dan tingkah laku, dan tindakan  yang mencerminkan kepribadian Indonesia
Dengan seperangkat kemampuan yang dimilikinya lulusan perguruan tinggi diharapkan menjadai sarjana yang cakap, ahli dalam bidang yang ditekuninya serta mau dan mampu mengabdikan keahliannya untuk kepentingan masyarakat Indonesia dan umat manusia pada umumnya. ISD sebagai mana dengan IBD dan IAD, bukanlah pengantar disiplin ilmu tersendiri, tetapi menggunakan pengertian-pengertian ( fakta, teori, konsep) yang berasal dari berbagai bidang keahlian untuk menanggapi masalah-masalah sosial, khususnya masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

ISD, sebagai bagian dari MKDU, mempunyai tema pokok yaitu hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya
Adapun yang menjadi sasaran perhatian adalah antara lain :
  1. Berbagai kenyataan yang bersama-sama merupakan masalah sosial yang dapat ditanggapi dengan pendekatan sendiri maupun sebagai pendekatan gabungan (antar bidang)
  2. Adanya keanekaragaman golongan dan kesatuan sosial laindalam masyarakat, yang masing-masing mempunyai kepentingan kebutuhan serta pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku sendiri



Tegasnya ilmu sosial dasar adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi , dan penalaran mahaiswa dalam menghadapi lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan  sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungnan sosialnya dapaat menjadi lebih besar.
Yang membedakan masalah sosial dengan masalah lainnya adalah bahwa maalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat denan nailai-nilai moral dan pranata-pranata sosial, serta ada kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia itu terwujud. Menurut umum atau warga masyarakat, segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum adalah masalah social. Contoh Pedagang kaki lima, untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidupnya dan melayani masyarakat pada taraf tertentu, akan tetapi menurut para ahli perencanaan kota itu merupakan sebagai sumber kekacauan lalulintas dan peluang kejahatan.

















B.Penduduk, Masyarakat dan kebudayaan

Penduduk masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula. Masyarakat terbentuk karena penduduk.
Demikian puka hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal, hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merupakan hasil dari suatu dari masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan populasi dan disini dapat meliputi populasi hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Pranata sosial dimaksudkan sebagai perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
            Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai  semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan. Sehingga keterkaitan penduduk, masyarakat dan kebudayaan adalah saling berhubungan dan ketergantungan, jika tidak saling berhubungan contohnya tanpa adanya penduduk maka tidak akan ada masyarakat dan jika tidak adanya masyarakat maka kebudayaan itu sendiripun tidak ada.

PENDUDUK DAN PERMASALAHANNYA

               Orang yang pertama mengemukakan teori mengenai penduduk ialah “Thomas Robert Malthus”. Dalam edisi pertamanya “Essay Population “ tahun 1798. Malthus mengemukakan adanya dua persoalan pokok, yaitu bahwa bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat ditahan. Bertitik tolak dari hal itu teori Malthus yang sangat terkenal yaitu bahwa berlipat gandanya penduduk itu menurut deret ukur, sedangkan berlipat gandanya bahan makanan menurut deret hitung, sehingga pada suatu saat akan timbul persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penduduk. Disamping itu ada juga yang berpendapat bahwa manusia itu dalam kehidupannya terkait dengan alam atau daerah dimana mereka hidup. Oleh karena itu penduduk dunia itu bertambah karena kelahiran lebih besar dari kematian.



DINAMIKA PENDUDUK
               Dinamika penduduk menunjukkan adanya factor perubahan dalam hal jumlah penduduk yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk. Penduduk bertambah tidak lain karena adanya unsur lahir, mati, datang dan pergi dari penduduk itu sendiri. Karena keempat unsur tersebut maka pertambahan penduduk  dapat dihutung dengan cara : pertambahan penduduk = ( lahir – mati) + ( datang – pergi ). Pertambahan penduduk alami karena diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian . Unsur penentu dalam pertambahan penduduk adalah tingkat fertilitas dan mortalitas.
               Fertilitas adalah tingkat pertambahan anak yang dihitung dari jumlah kelahiran setiap seribu penduduk dalam satu tahun. Untuk memproyeksikan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Pn = (1 + r) n x  Po
Pn = jumlah penduduk yang  dicari pada tahun tertentu (proyeksi penduduk)
 r = tingkat pertumbuhan penduduk dalam prosen
 n  = jumlah dari tahun yang akan diketahui
Po = jumlah penduduk yang diketahui apa tahun dasar
Sebagai contoh :
Tahun 1961 jumlah penduduk Indonsia 96 juta, dengan tingkat pertambahan penduduk 2,4 5, berapa penduduk Indonesia tahun 2001 ?
Tahun 2001 penduduk Indonesia ( 1 + 2,4/100 ) 40 x 96 juta = 248 juta

KOMPOSISI PENDUDUK

               Sensus penduduk biasanya dilakukan 10 tahun sekali oleh pemerintah. Komposisi penduduk suatu Negara dapat dibagi menurut komposisi tertentu, misalnya komposisi penduduk menurut umur, menurut tingkat pendidikan, menurut pekerjaan dan sebagainya.
Berdasarkan komposisinya piramida penduduk dibedakan atas :
-          Penduduk muda yaitu penduduk dalam pertumbuhan, alasannya lebih besar dan ujungnya runcing, jumlah kelahiran lebih besar dari jumlah kematian
-          Bentuk piramida stasioner, disini keadaan penduduk usia muda, usia dewasa dan lanjut usia seimbang, pyramid penduduk stasioner ini merupakan idealnya keadaan penduduk suatu Negara
-          Piramida penduduk tua, yaitu piramida pendduk yang menggambarkan penduduk dalam kemunduran, pyramid ini menunjukkan bahwa penduduk usia muda jumlanya lebih kecil dibandingkan dengan penduduk dewasa, hal ini menjadi masalah karena jika ini berjalan terus menerus memungkinkan penduduk akan menjadi musnah karena kehabisan

PERSEBARAN PENDUDUK
         Kecenderungan  manusia untuk memilih daerah yang subur untuk tempat tinggalnya, terjadi sejak pola hidup masih sangat sederhana. . Itulah maka sejak masa purba daerah sangat subur selalu menjadi perebutan manusia, sehingga tidak salah lagi bahwa daerah yang subur ini kemungkinan besar terjadi kepadatan penduduk.
Daerah semacam inilah yang kemudian berkembang menjadi daerah perkotaan, daerah tempat pemerintahan, daerah perdagangan dan sebagainya.. prinsip tempat tinggal mendekati tempat bekerja yang secara langsung atau tidak, menimbulkan ketidakseimbangan penduduk ditiap-tiap daerah.

PERKEMBANGAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN
            Kebudayaan selalu dimiliki oleh setiap masyarakat, hanya saja ada suatu masyarakat yang lebih baik perkembangan kebudayaannya dari pada masyarakat lainnya untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya. Pengertian kebudayaan banyak sekali dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yang merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil dari  karya, rasa dan cipta masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala norma dan nilai masyarakat yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasarakatan  alam arti luas., didalamnya termasuk, agama, ideology, kebatinan, kenesenian dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia.
Dari pengetian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan ari pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu sendiri.
Para ahli mengemukakan adanya unsur kebudayaan yang umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu:
  1. Unsur religi
  2. Sistem kemasyarakatan
  3. Sistem peralatan
  4. Sistem mata pencaharian hidup
  5. Sistem bahasa
  6. Sistem pengetahuan
  7. Seni


KEBUDAYAAN HINDU, BUDHA DAN ISLAM

Kebudayaan Hindu dan Budha
Pada abad ke-3 dan je-4 agama Hindu masuk ke Indonesia khususnya ke pulau jawa. Perpaduan atau akulturasi antara kebudayaan setempat dengan kebudayaan Hindu yang berasal dari India itu berlangsugn luwes dan mantap. Sekitar abad ke 5, ajaran Budha atau budhisme masuk ke Indonesia, khususnya ke pulau Jawa. Agama/ajaran budha dapat dikatakan berpandangan lebih maju dari pada hinduisme, sebab Budhisme tidak menghendaki adanya kasta-kasta dalam masyarakat.

KEBUDAYAAN ISLAM
               Pada abad ke-15 dan ke-16, agama Islam telah dikembangkan di Indonesia, oleh para pemuka-pemuka Islam yang disebut wali sanga. Titik sentral penyebaran agama islam paa abad itu berada di pulau jawa. Sebenarnya agama Islam masuk ke Indonesia khususnya ke pulau jawa jauh sebelum abad ke -15. suatu bukti bahwa awal abad ke-11 sudah ada wanita Islam yang meninggal dan dimakamkan di Kota Gresik. Masuknya agama Islam ke Indonesia, teristimewa ke pulau jawa berlangsung dalam suasana damai. Hal ini disebabkan karena Islam dimauskkan ke Indonesia tidak dengan paksa, melainkan dengan cara baik-baik. Di samping itu disebabkan sekap toleransi yang dimiliki banga kita

KEBUDAYAAN BARAT
               Unsur kebudayaan yang juga memberi warna terhadap corak lain dari kebudayaan dan kepribadian bangsa indonesia adalah kebudayaan Barat. Awal kebudayaan barat masuk ke negara tercinta ini ketika kaum kolonialisme/penjajah manggedor masuk ke Indonesia, terutama bangsa Belanda. Mulai dari penguasaan dan kekuasaan perusahaan dagang Belanda (VOC) dan berlanjut dengan pemerintahhan kolonialisme Belanda, tanah air Indonesia telah dijajah selama 350 tahun. DI pusat kekuasaan pemerintah Belanda, di kota-kota propintsi, kabupaten muncul bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur Barat. Dalam kurun waktu itu juga, di kota-kota pusat pemerintahan terutama di jawa, Sulawesi Utara, dan Maluku berkembang dua lapisan sosial. Lapisan sosial pertama,t erdiri dari kaum buruh dari berbagai lapangan pekerjaan. Lapisan kedua, adalah kaum pegawai. Dalam lapisan sosial kedua inilah pendidikan Barat di sekolah-sekolah dan kemampuan/kemahiran bahasa Belanda menjadi syarat utama untuk mencapai kenaikan kelas sosial.

KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN
               Berbagai penelitian antropologi budaya menunjukkan, bahwa terdapat korelasi diantara corak-corak kebudayaan dengan corak-corak kepribadian anggota-anggota masyarakat, secara garis besar. Opini umum juga menyatakan bahwa kebudayaan suatu bangsa adalah cermin dari kepribadian bangsa yang bersangkutan. Setiap masyarakat mempunyai sistem nilai dan sistem kaidah sebagai konkretisasinya. Nilai dan sistem kaidah berisikan harapan-harapan masyarakat, perihal perilaku yang pantas. suatu kaidah misalnya kaidah hukum memberikan batas-batas pada perilaku seseorang. batas-batas tersebut menjadi suatau ”aturan permainan” dalam pergaulan hidup.

PRANATA SOSIAL DAN INSTITUSIONALISASI
            Untuk menjaga agar hubungan antar anggota masyarakat dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka didalam masyarakat dibedakan adanya : cara atau “usage” kelaziman (kebiasaan) atau “folkways”; tata kelakuan atau “mores”, dan adapt istiadat “costom”. Disamping norma-norma yang tidak tertulis dan bersifat informal ini, ada juga norma yang sengaja diciptakan secara formal dalam bentuk peraturan – peraturan hukum. Setiap norma, baik usage, folkways,costom ataupun peraturan hokum yang tertulis, mengikat setiap anggota untuk mematuhinya, hanya saja kekuatan pengikatnya berbeda
Dr. Koentjaraningrat  membagi lembaga sosial/pranata-pranata kemasyarakatan menjadi 8 macam  yaitu :
1.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan atau domestic institutions
2.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mata pencaharian hidup ( economic institutions)
3.      Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia (scientific institution)
4.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan (educational institutions)
5.      Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah, menyatakan rasa keindahan dan rekreasi (aesthetic anda recreational institutions)
6.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib (religius institutions)
7.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok atau bernegara (political institutios)
8.      Pranata yang bertujuan mengurus kebutuhan jasmaniah manusia (cosmetic institutions)

PEMBERIAN MOTIVASI BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR


A. LATAR BELAKANG

Manusia sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan tentunya memiliki beberapa kebutuhan. Kebutuhan tersebut dibedakan antara kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer itu meliputi sandang, pangan dan papan. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia membutuhkan suatu keterampilan tertentu. Keterampilan tersebut bisa diperoleh dari pendidikan. Pendidikan adalah proses dimana seorang anak didik mengembangkan pengetahuan dan menambah wawasan disiplin ilmu. Pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pendidikan formal, informal, dan non formal. Pendidikan formal dapat diperoleh dari sekolah, sedangkan informal dapat diperoleh dari les atau bimbingan dari lembaga, sedangkan non formal dapat diperoleh dari keluarga atau masyarakat sekitar.


Sekolah berperan penting dalam mencerdaskan anak bangsa. Serta meningkatkan harkat dan martabat seseorang tersebut.
Dalam lingkup sekolah, siswa merupakan komponen terpenting dalam proses belajar mengajar. Namun di sisi lain siswa sering memiliki masalah, baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun dari luar. Masalah yang berasal dari diri siswa itu sendiri misalnya kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan, sulit menerima pelajaran, merasa rendah diri, dan lain sebagainya. Sedangkan masalah yang timbul dari luar misalnya kondisi perekonomian, keluarga, dan lingkungan sekitar. Dan terkadang siswa tidak bisa menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya.
Untuk membantu menyelesaikan suatu masalah, siswa memerlukan seseorang yang dapar dipercaya untuk itu. Layanan Bimbingan Konseling (BK) sebagai salah satu komponen integral dari keseluruhan sistem pendidikan di sekolah mempunyai prinsip dasar yang kuat sebagai landasan pelaksanaannya. Sehingga layanan BK merupakan salah satu program yang wajib dilaksanakan setiap sekolah.

B. PENGERTIAN
Pengengertian BK menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam bukunya dasar-dasar penyuluhan (Surya, 1988) mengartikan bimbingan (layanan kepada siswa adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerusdari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dalam lingkungan.

C. TUJUAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING

Tujuan yang ingin dicapai dalam layanan ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Untuk mengenal latar belakang pribadi siswa yang menjadi klien dalam studi kasus ini, serta memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajarnya, faktor-faktor penyebab dan penetapan kemungkinan pemecahan masalahnya, dan bagaimana seharusnya beradaptasi diri dengan lingkungan barunya tersebut.
2. Tujuan Khusus
1. Membantu klien mengetahui kesulitan dalam hal menerima pelajaran
2. membantu mencarikan solusi dalam pemecahan masalah klien
3. Membantu mengembangkan kemampuan belajar klien
4. Membantu klien mengatasi kesulitan menerima materi pelajaran,
5. Membantu mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri klien agar dapat dikembangkan secara optimal,
6. Menerima segala keluhan klien dan mencarikan solusi pemecahan masalahnya.


D. PENTINGNYA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING

Layanan bimbingan merupakan suatu upaya untuk membantu siswa dalam pencapaian prestasi belajar semaksimal mungkin. Hala ini dapat terwujud apabila ada interaksi antara siswa dengan pemberi bimbingan tersebut, terutama bimbingan yang diberikan kepada siswa yang bermasalah tersebut.
Dengan adanya layanan Bimbingan Konseling (BK) yang dilakukan oleh mahasiswa praktikan kali ini diharapkan akan berguna juga bagi lingkungan sekolah dan penghuni sekolah, antara lain:

1. Kepala Sekolah
2. Konselor (guru mata pelajaran BK)
3. Guru Pamong (mata pelajaran)
4.Wali kelas
5. Siswa (khususnya klien)
6. Orang tua siswa (khususnya orang tua klien

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Data merupakan sekumpulan informasi yang nantinya dapat digunakan untuk mencapai hasil yang valid dalam menyusun laporan studi kasus layanan Bimbingan Konseling ini. Untuk memperoleh data tersebut maka mahasiswa praktikan menggunakan metode atau teknik dalam pengumpulan data.
Adapun metode atau teknik dalam pengumpulan data antara lain sebagai berikut:

1. Angket
2. Daftar Check List
3. Observasi
4. Wawancara

F. ALASAN PEMILIHAN KLIEN

Untuk menetapkan siswa yang akan dijadikan klien dalam studi kasus ini diperlukan beberapa informasi tentang diri klien yang digunakan sebagai bahan pertimbangan. Berdasarkan metode observasi yang digunakan praktikan selama klien mengikuti kegiatan proses belajar mengajar mata pelajaran Kompetensi Kejuruan, Kelas X, Jurusan Gambar Bangunan, di dalam kelas maupun diluar kelas, mahasiswa praktikan beranggapan bahwa siswa tersebut memang tepat sebagai klien.
Adapun alasan yang mendasari pemilihan siswa tersebut adalah:
1. Klien terlihat lebih menonjol jika di bandingkan dengan siswi lainnya.
2. Klien kurang memahami arah dan tujuan masuk jurusan yang tengah ditempuh
3. Klien sering terlihat tidak memperhatikan pelajaran

4. Klien tidak pernah bertanya pada guru saat menemui kesulitan dalam pelajaran.
5. Klien merasa takut menghadapi ulangan, karena kurang memahami materi.
6. Klien kurang berkonsentrasi dalam pelajaran,bahkan todak jarang terlihat melamun.
7. Klien tidak akan memperhatikan pelajaran yang dirasa sulit, dan tidak berusaha untuk mencari solusinya.
8. Terlihat kurang aktif dalam kelas.


 A. IDENTIFIKASI KASUS

Hal yang pertama kali harus dilakukan untuk mengetahui keadaan siswa yang menjadi klien perlu adanya identifikasi, identifikasi adalah melakukan perincian hal-hal yang merupakan suatu sebab terjadinya kasus yang terjadi pada siswa. Dalam identifikasi ini digunakan berbagai metode untuk mengetahui keseluruhan aspek kehidupan siswa yang bermasalah (klien).


2. Daftar Cek Masalah
Problem check list adalah daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk merancang masalah yang pernah atau sedang dialami oleh siswa (klien) dengan tujuan agar klien dapat mengetahui masalahnya dengan baik dan memiliki pemahaman terhadap masalah yang sedang dihadapi.
Problem chek list yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan menggunakan sebuah daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk merangsang/memancing masalah yang pernah atau sedang dialami klien.
 

3. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dengan melihat tingkah laku siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung maupun saat jam pelajaran kosong atau diluar jam pelajaran yaitu pada jam istirahat sebelum dan sesudah pulang. Juga melalui media elektronik ketika di luar sekolah.


4. Wawancara
Wawancara adalah alat pengumpul data yang berhubungan secara langsung dengan klien tersebut.


B. DIAGNOSIS
Diagnosis merupakan tahap untuk menentukan hakekat masalah yang dihadapi siswa yang bermasalah (klien). Adapun tujuan diadakan diagnosis ini adalah untuk menemukan dan mengetahui jenis kesulitan dan latar belakang kesulitan yang dihadapi oleh klien. Sehingga diperoleh hakekat masalah yang diperoleh oleh klien.


C. PROGNOSIS
Prognosis ini merupakan tahap memprediksi kerangka-kerangka permasalahan yang terjadi jika masalah klien tidak segera dibantu atau jika segera dibantu.

Mungkin kita bisa menggambarkannya dan mengerti apa yang dimaksud.

D. RENCANA PEMBERIAN BANTUAN (TREATMENT PLANNING)
Rencana tentang jenis bantuan ini dilakukan untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dialami klien


E. PEMBERIAN BANTUAN (TREATMENT)
Setelah diketahui dari bab-bab sebelumnya tentang kondisi siswa klien bersama dengan permasalahannya, langkah selanjutnya yaitu pemberian bantuan pada siswa klien demi peningkatan prestasinya di waktu yang akan datang.


F. TINDAK LANJUT (FOLLOW UP)
Follow up adalah usaha yang dilakukan oleh konselor untuk mengikuti perkembangan klien setelah diberikan bantuan. Follow up/tindak lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah layanan bimbingan berhasil atau tidak. Tujuan dari tindak lanjut adalah untuk mengetahui keberhasilan diagnostik kesulitan belajar dan usaha bantuan yang telah diberikan.
Untuk mengetahui hasil treatment yang berhasil dilakukan pada klien, penulis membuat observasi lanjutan. 


PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Permasalahan siswa tergolong sangat berat, disebabkan banyak siswa tidak naik kelas karena sering membolos sekolah. Juga banyak siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah, seperti memakai seragam yang tidak sesuai dengan ketentuan dan banyak siswa yang merokok di warung depan sekolah.


2. Identifikasi kasus dapat diartikan sebagai suatu usaha atau cara yang dilakukan sebagai langkah awal dalam kegiatan layanan studi kasus kepada siswa. Kriteria yang dipakai dalam menemukan klien/siswa yang mempunyai masalah dalam penyusunan layanan bimbingan ini, adalah:
a. Malas belajar
b. Salah jurusan yang ditempuh
c. Kurang bisa memanfaatkan waktu luang untuk belajar
d. Hubungan yang kurang harmonis dengan orang tua
e. Rendahnya motivasi siswa


3. Metode yang digunakan dalam studi kasus ini, antara lain angket data pribadi siswa, observasi/pengamatan, wawancara, daftar cek masalah (DCM), dan checklist kebiasaan belajar.


4. Diagnosis Kasus
Diagnosis merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui letak kesulitan, serta latar belakang masalah yang dihadapi siswa. Dari hasil pengumpulan data didapatkan bahwa latar belakang kesulitan belajar klien dapat dikelompokkan menjadi:
a. Mengetahui lokasi kesulitan siswa.
b. Mengetahui jenis kesulitan yang dihadapi siswa.
c. Mengetahui latar belakang kesulitan yang dialami siswa.
Dari data angket, wawancara dan observasi, dapat dirumuskan masalah pokok yang dialami siswa, sebagai berikut:
a. Malas belajar
b. Salah jurusan yang ditempuh
c. Kurang bisa memanfaatkan waktu luang untuk belajar
d. Hubungan yang kurang harmonis dengan orang tua
e. Rendahnya motivasi siswa
 

5. Rencana Jenis Bantuan
Rencana tentang jenis bantuan ini dilakukan untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dialami klien. Rencana jenis bantuan yang akan diberikan adalah:
a. Mengajarkan kepada klien untuk berkonsentrasi dalam belajar dan mengikuti pelajaran di sekolah
b. Membangun motivasi untuk menyukai jurusan yang ditempuh
c. Membelajarkan siswa membuat daftar waktu untuk belajar
d. Membelajarkan kepada klien untuk memahami orang tua, contohnya memberitahu tentang suka duka orang tua mengurus keluarga
e. Menginformasikan tentang kelebihan-kelebihan yang ada pada jurusan bangunan
 

6. Pemberian Bantuan (Treatment)
Pemberian bantuan (treatment) yang berhasil diberikan pada klien, antara lain:
1. Mengajarkan kepada klien untuk berkonsentrasi dalam belajar dan mengikuti pelajaran di sekolah. Pada waktu pelajaran PDTB, penulis mendekati klien dan memberikan nasehat tentang kesulitan klien memahami materi pelajaran yang lain, apabila pelajaran dasar seperti PDTB tidak dikuasai.
Sebab, klien menyimak dengan baik pelajaran PDTB
2. Membangun motivasi untuk menyukai jurusan yang ditempuh.

3. Membelajarkan siswa membuat daftar waktu untuk belajar.
4. Membelajarkan kepada klien untuk memahami orang tua, contohnya memberitahu tentang suka duka orang tua mengurus keluarga.

B. SARAN

Dari hasil analisis layanan bimbingan siswa ini, penulis menyarankan kepada:
a. Siswa Kasus
1. Siswa hendaknya selalu berusaha mempelajari materi pelajaran yang berhubungan dengan perhitungan, karena perhitungan merupakan dasar dari teknik kejuruan
2. Siswa hendaknya berusaha untuk menyukai jurusan yang ditempuh, karena siswa sudah berkecimpung dengan jurusan gambar bangunan
3. Siswa selalu memperhatikan daftar waktu untuk belajar yang telah dibuat
4. Siswa hendaknya bisa bersikap lebih baik dan terbuka dengan orang tuanya agar setiap masalah bisa didiskusikan dan mendapat persetujuan atau nasehat dari orang tua.
5. Siswa hendaknya
b. Konselor Sekolah
Pihak konselor sekolah hendaknya terus memberikan layanan bimbingan pada siswa klien dalam kasus ini. Khususnya untuk lebih membangkitkan motivasi dan rasa percaya diri siswa klien pada jurusan yang ditempuhnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan motivasi dan minat siswa terhadap pelajaran.
c. Orang Tua
Orang tua hendaknya lebih bisa melakukan pendekatan kepada siswa, agar tercipta hubungan yang harmonis antara kedua orangtua siswa dengan siswa itu sendiri.
d. Guru Mata Pelajaran / Wali Kelas
Guru pengajar dan wali kelas sebaiknya memberikan perhatian dan nasehat pada klien untuk dapat lebih terbuka, memotivasi dan memperhatikan klien serta menciptakan hubungan kekeluargaan dengan para siswanya.


http://isroful.wordpress.com/2009/10/30/pemberian-motivasi-belajar-untuk-meningkatkan-minat-belajar-pada-siswa-kelas-x-gambar-bangunan-di-smkn-6-malang/







Follow Me