Pendahuluan
Pertama-tama saya mengucap syukur kepada sang Pencipta yang telah memberikan akal kepada saya sehingga saya bisa mengembangkan pola pikir saya sehingga bisa menuliskan kedalam blog saya.
Berawal dari tindakan kecil
Sebuah awal yang sangat sulit untuk dimengerti karena saya bisa begini, semua berawal dari sebuah impian yang kecil, semenjak saya kelas 1 smp saya perlahan mecoba untuk memikirkan hal dari yang kecil yang awalnya saya pikir itu tidak mungkin saya capai akan tetapi alam semeseta berlawanan dari itu semua,,
saya berpikiran bahwa saya akan mendapatkan sma negeri yang terfavorit di daerah saya, semua secara perlahan saya memikirkannya dan mendapatkan nya bahwa saya sekolah di sma itu.
dan pengalaman lain saya memikirkan sedang pergi perjalanan dan saya tidak tau kenapa saya memikirkan saya telat sampai tujuan dan di omelin oleh guru dan ternyata sampai tujuan memang telat dan sesuai apa yang di dalam benak saya itu..
semenjak dari situ saya mulai mengembangkan pola pikir saya agar bisa selalu berpikiran positif selalu.. dan apa yang selalu saya pikirkan itu hampir semua terjadi tetapi tanpa tidak terasa seiring berjalannya waktu,.
Disaat saya sudah memasuki dunia perkuliahan saya lupa akan ilmu pemikiran" itu, sehingga saya melakukan jalan hidup ini tanpa diarahkan.
baik dalam hal" kecil, dan ketika saya sedang mata kuliah bahasa inggris itu sedang membahas tentang sebuah film berawal dari mimpi semua itu terjadi dan singkat cerita saya meminjam sebuah buku kepada teman kampus karena saya sudah mengalaminya semua berawal dari mimpi dan saya pahami lagi apa ilmu dari buku itu.
setelah saya membaca tentang impian itu ternyata memang benar-benar terjadi karena berawal dari niat dari baca buku itu untuk memperdalam ilmu (padahal saya paling malas baca buku)
.
MENGAPA PEMIKIRAN ITU TERJADI TANPA KITA SADARI?
Hukum paling besar dimuka bumi ini adalah Hukum ketertarikan,
disaat kita memikirkan sesuatu itu tanpa disadari hukum ketertarikan itu menarik pemikiran-pemikiran kita dan ia akan membalikan lagi kepada kita sendiri apa yang kita pikirkan.
coba sekarang anda ambil selembar kertaas lalu pikirkan apa yang anda inginkan?
dan tulis dalam sebuah kertas itu
mengapa anda menginginkan itu?
tuliskan mengapa anda menginginkannya
berapa lama anda menginginkannya?
jangan lupa anda tulis juga
lalu setelah anda lakukan itu lipat kertas itu simpan didalam dompet, dan setiap hari anda pikirkan yang anda inginkan itu disaat anda bangun tidur,
dan anda harus bisa meminta itu dengan penuh keyakinan dan lalu setelah anda yakin dengan apa yang anda minta itu lalu ada percaya dan merasakan bahwa anda telah menerimanya seakaan - akan anda memang sudah menerimanya, dan setiap hari anda memikirkannya itu,
dan hukum keterikan itu akan menarik apa yang anda ingingkan dan memprosesnya dan memberinya disaat anda tidak menyadarinya, dan disaat apa yang kita minta telah mendapatkan apa yang anda inginkan itu lalu anda buka kembali apa yang anda catat itu didalam dompet dahulu kala.
Hukum ketertarikan ini beribaratkan jin yang berada didalam lampu aladin yan bila mana si aladin meminta dan si jin itu langsung memberikannya, permintaanmu adalah perkerjaanku.
Hukum ketertarikan itu pun seperti itu yang apa yang kita minta dalam pikiran maka ia akan memberinya.
rumusnya -> MEMINTA + PERCAYA = MENERIMA
tapi cobalah mulai hal berawal dari hal yang kecil dan jangan lupa untuk berterimakasih dengan apa yang ada minta.
setelah anda bisa melakukannya dari hal yang kecil, mulailah masuk kedalam hal yang besar
maka anda akan merasakan betapa indahnya dunia ini oleh karena sang penciptanya.
cat: maaf saya bukan mengada-ngada karena ini pengalaman saya dan disini saya tekankan bukan untuk bermaksud lain dan saya bukan menyamakan dengan Tuhan akan tetapi membagi pengalaman semata itu baik dan semoga bermanfaat untuk anda yang membacanya dan saya minta maaf bila anda salah menangkap apa yang saya pikirkan
NewsLine
Rabu, 18 Januari 2012
MERAIH IMPIAN MASA DEPAN BISA DI GENGGAM MULAI SEKARANG
Sabtu, 07 Januari 2012
PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT
Terjadinya pelapisan sosial
1. Terjadi dengan sendirinya.
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yagn menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdaarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku. 2. Terjadi dengan disengaja
Sistem palapisan ini disusun dengan sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam pelapisan ini ditentukan secar jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaanini, maka didalam organisasi itu terdapat peraturan sehingga jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam organisasi baik secar vertical maupun horizontal.sistem inidapat kita lihat misalnya didalam organisasi pemeritnahan, organisasi politik, di perusahaan besar. Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem ialah :
- Sistem fungsional ; merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
- Sistem scalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas.
Pembagian sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya maka sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi :
1. Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup.
2. Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka.
Kesamaan Derajat
Cita-cita kesamaan derajat sejak dulu telah diidam-idamkan oleh manusia. Agama mengajarkan bahwa setiap manusia adalah sama. PBB juga mencita-citakan adanya kesamaan derajat. Terbukti dengan adanya universal Declaration of Human Right, yang lahir tahun 1948 menganggap bahwa manusia mempunyai hak yang dibawanya sejak lahir yang melekat pada dirinya. Indonesia, sebagai Negara yang lahir sebelum declaration of human right juga telah mencantumkan dalam paal-pasal UUD 1945 hak-hak asasi manusia. Pasal 2792) UUD 1945 menyatakan bahwa, tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Elite dan Massa
Dalam pengertian umum elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan. Di dalam suatu pelapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kehijaksanaan. Mereka itu mungkin para pejabat tugas
Ada dua kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : perama menitik beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat moral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite internal dan elite eksternal"
elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa.
elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problem yang memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau masa depan yang tak tentu.
Isilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tetapi yang secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain.
Ciri-ciri massa adalah :
1. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai masa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang pembunuhan misalnya malalui pers
2. Massa merupakan kelompok yang anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonym
3. Sedikit interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanyaSTUDY KASUS
Oleh SUDJITO
Duduk perkara dan sidang pengadilan atas kasus ”pencurian” sandal sudah dibuka lebar-lebar oleh berbagai media, baik media cetak maupun elektronik.
AAL (15 tahun), pelajar SMK di Palu itu, dinyatakan terbukti mencuri sandal jepit polisi Polda Sulteng. Walau bersalah, dia tidak dihukum, tetapi dikembalikan ke orangtuanya. Publik tergagap-gagap dan bertanya, beginikah penegakan hukum di Indonesia? Pro dan kontra atas kasus itu pun berlangsung dalam perdebatan yang tak jelas juntrungnya. Perdebatan bukan hanya pada lapisan masyarakat yang ”awam” hukum, melainkan juga mereka yang ”ahli” hukum. Publik menafsirkan dan memaknai kasus sandal itu sesuai tingkat kepahaman masing-masing tentang hukum dan pengadilan.
Tak bisa dimungkiri, kekuatan publik dan media sangat berpengaruh pada penanganan kasus ini. Aksi pengumpulan ribuan sandal jepit ke Kapolri pun tak luput dari perhatian presiden meski tanpa diikuti tanggapan apa pun. Secara sosiologis, aksi tersebut pasti berpengaruh terhadap sikap hakim ataupun kualitas vonis yang dijatuhkannya.
Kasus yang tergolong ”kecil” dan dialami orang awam, anak-anak, remaja, atau orang miskin/lemah seperti ini memberi pelajaran berharga bagi publik bahwa hukum dan pengadilan negara itu amat esoterik, hanya dapat dipahami oleh profesional di bidang hukum. Langkah ibu AAL yang mendorong agar kasusnya dibuka di pengadilan untuk membuktikan bahwa anaknya tak mencuri tanpa disadari sudah menceburkan dirinya ke dalam dunia lain dan asing bagi dirinya, yaitu pengadilan.
Logika awam tak mencukupi untuk memahami bahasa, istilah, konsep, dan berbagai doktrin hukum positif yang berlaku di dunia pengadilan. Wajar ada pertanyaan, kok, putusannya seperti itu? Seto Mulyadi, Ketua Komisi Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Indonesia, kecewa atas vonis hakim ini. Terbayangkan, betapa berat beban psikologis AAL harus menanggung stigma sebagai ”pencuri” yang melekat sepanjang hidupnya.
Logika awam vs hukum
Kasus ini membuktikan, logika awam dan logika hukum positif memang berbeda. Ketika kedua logika itu berada dalam jurang pemisah, kekecewaan publik akan muncul dalam berbagai bentuk, baik halus maupun dengan kekerasan. Di situlah semestinya ada kesadaran bagi semua profesional hukum untuk mempersempit jurang pemisah logika hukum tersebut.
Pada hemat saya, pelajaran terbaik dari kasus ini adalah perlunya pembenahan terhadap sistem peradilan pidana. Profesional hukum (polisi, jaksa, hakim, dan pengacara) bekerja berdasarkan sistem itu, padahal kewenangan masing-masing berpotensi besar berbenturan dengan keinginan publik. Indonesia perlu mengubah sistem itu menjadi social juctice system. Apabila sistem ini terbangun, semua kekuatan publik dan profesional hukum dapat berangkulan dalam satu panggung penegakan hukum sehingga logika publik dan logika hukum positif dapat dipertemukan. Bukankah penegakan hukum itu wajib berdasarkan Pancasila, yang sila kelima berbunyi: ”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”?
Sudjito Guru Besar dan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum UGM
Duduk perkara dan sidang pengadilan atas kasus ”pencurian” sandal sudah dibuka lebar-lebar oleh berbagai media, baik media cetak maupun elektronik.
AAL (15 tahun), pelajar SMK di Palu itu, dinyatakan terbukti mencuri sandal jepit polisi Polda Sulteng. Walau bersalah, dia tidak dihukum, tetapi dikembalikan ke orangtuanya. Publik tergagap-gagap dan bertanya, beginikah penegakan hukum di Indonesia? Pro dan kontra atas kasus itu pun berlangsung dalam perdebatan yang tak jelas juntrungnya. Perdebatan bukan hanya pada lapisan masyarakat yang ”awam” hukum, melainkan juga mereka yang ”ahli” hukum. Publik menafsirkan dan memaknai kasus sandal itu sesuai tingkat kepahaman masing-masing tentang hukum dan pengadilan.
Tak bisa dimungkiri, kekuatan publik dan media sangat berpengaruh pada penanganan kasus ini. Aksi pengumpulan ribuan sandal jepit ke Kapolri pun tak luput dari perhatian presiden meski tanpa diikuti tanggapan apa pun. Secara sosiologis, aksi tersebut pasti berpengaruh terhadap sikap hakim ataupun kualitas vonis yang dijatuhkannya.
Kasus yang tergolong ”kecil” dan dialami orang awam, anak-anak, remaja, atau orang miskin/lemah seperti ini memberi pelajaran berharga bagi publik bahwa hukum dan pengadilan negara itu amat esoterik, hanya dapat dipahami oleh profesional di bidang hukum. Langkah ibu AAL yang mendorong agar kasusnya dibuka di pengadilan untuk membuktikan bahwa anaknya tak mencuri tanpa disadari sudah menceburkan dirinya ke dalam dunia lain dan asing bagi dirinya, yaitu pengadilan.
Logika awam tak mencukupi untuk memahami bahasa, istilah, konsep, dan berbagai doktrin hukum positif yang berlaku di dunia pengadilan. Wajar ada pertanyaan, kok, putusannya seperti itu? Seto Mulyadi, Ketua Komisi Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Indonesia, kecewa atas vonis hakim ini. Terbayangkan, betapa berat beban psikologis AAL harus menanggung stigma sebagai ”pencuri” yang melekat sepanjang hidupnya.
Logika awam vs hukum
Kasus ini membuktikan, logika awam dan logika hukum positif memang berbeda. Ketika kedua logika itu berada dalam jurang pemisah, kekecewaan publik akan muncul dalam berbagai bentuk, baik halus maupun dengan kekerasan. Di situlah semestinya ada kesadaran bagi semua profesional hukum untuk mempersempit jurang pemisah logika hukum tersebut.
Pada hemat saya, pelajaran terbaik dari kasus ini adalah perlunya pembenahan terhadap sistem peradilan pidana. Profesional hukum (polisi, jaksa, hakim, dan pengacara) bekerja berdasarkan sistem itu, padahal kewenangan masing-masing berpotensi besar berbenturan dengan keinginan publik. Indonesia perlu mengubah sistem itu menjadi social juctice system. Apabila sistem ini terbangun, semua kekuatan publik dan profesional hukum dapat berangkulan dalam satu panggung penegakan hukum sehingga logika publik dan logika hukum positif dapat dipertemukan. Bukankah penegakan hukum itu wajib berdasarkan Pancasila, yang sila kelima berbunyi: ”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”?
Sudjito Guru Besar dan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum UGM
WARGA NEGARA DAN NEGARA
Pendahuluan
Pada waktu sebelum terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan penuh untuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini bisa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan lainnya. Pada saat itulah manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan individu-individu pada suatu Negara.Negara, Warga Negara, dan Hukum
Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai dua tugas yaitu :
1. Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan
2. Mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya atau tujuan sosial.
Ciri-ciri dan sifat hukum
Ciri hukum adalah :
- Adanya perintah atau larangan
- Perintah atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap masyarakat
Sumber-sumber hukum:
1. Undang-undang (statue)
2. Kebiasaan (costun)
3. Keputusan hakim (Yurisprudensi)
4. Traktaat (treaty)
5. Pendapat sarjana hukum; ialah pendapat para sarjana yang sering dikutip para hakim dalam menyelesaikan suatu masalah.
Negara
Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat, Negara mempunyai 2 tugas utama yaitu:
1. Mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat yang bertentangan satu dengan lainnya
2. Mengatur dan menyatukan kegiatan-kegiatan manusia dan golongan untuk menciptakan tujuan besama yang disesuaikan dan diarahkan pada tujuan Negara.
Sifat Negara
1. Sifat memaksa,
2. Sifat monopoli,
3. Sifat mencakup semuaBentuk Negara
1. Negara kesatuan (unitarisem) adalah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, dimana kekuasaan untuk mengurus seluruh pemerintahan dalam Negara itu ada pada pusat
- Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi - Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi.
1. Negara serikat ( federasi) aalah Negara yang terjadi dari penggabungan beberapa Negara yang semua berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka, berdaulat, kedalam suatu ikatan kerjasa yang efektif untuk melaksanakan urusan secara bersama
Bentuk kenegaraan yang kita kenal :
1. Negara dominion
2. Negara uni
3. Negara protectoral
Unsur-unsur Negara :
1. Harus ada wilayahnya
2. Harus ada rakyatnya
3. Harus ada pemerintahnya
4. Harus ada tujuannya
5. Harus ada kedaulatan
Tujuan Negara
1. Perluasan kekuasaan semata
2. Perluasan kekuasaan untuk mencapai tujuan lain
3. Penyelenggaraan ketertiban umum
4. Penyelenggaraan kesejahteraan Umum
Sifat-sifat kedaulatan :
1. Permanen
2. Absolut
3. Tidak terbagi-bagi
4. Tidak terbatas
Sumber kedaulatan :
1. Teori kedaulatan Tuhan
2. Teori kedaulatna Negara
3. Teori kedaulatn Rakyat
4. Teori kedaulatan hukum
Orang-orang yang berada dalam wilayah satu Negara dapat dibedakan menjadi :
1. Penduduk; ialah mereka yang telah memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan Negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) di wilayah Negara ini. Penduduk ini dibedakan menjadi dua yaitu
- Penduduk warganegara atau warga Negara adalah penduduk, yang sepenuhnya dapat diatur oleh pemerintah Negara tersebut dan mengakui pemerintahannya sendiri
- Penduduk bukan warganegara atau orang asing adalah penduduk yang bukan warganegara
2. Bukan penduduk; ialah mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah tersebut
Untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi warganegara, digunakan dua criteria :
1. Kriterium kelahiran. Berdasarkan kriterium ini masih dibedakan menjadi dua yaitu :
- Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut juga Ius Sanguinis. Didalam asas ini seorang memperoleh kewarganegaraann suatu Negara berdasarkan asa kewarganegaraan orang tuanya, dimanapun ia dilahirkan
- Kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau ius soli. Didalam asas ini seseorang memperoleh kewarganegaraannya berdasarkan Negara tempat dimana dia dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warganegara dari Negara tersebut.
2. Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganegaraan Negara lain.
STUDI KASUS
Negara Harus Lindungi Rakyat
Terdengar obrolan hangat di warung kopi. Ada yang dengan sinis menyamakan polisi India dengan polisi Indonesia sebagaimana yang ditonton di layar putih atau layar kaca. Setiap kali ada keributan, tawuran, perkelahian massal atau kerusuhan, dan bentrokan berdarah, selalu polisi lambat tiba tepat waktu di tempat kejadian untuk meredam keributan.
Pandangan demikian biasa ditonton dalam film-film India (Bollywood)). Namun, ada bedanya. Tak ada beban penonton jika menonton film India. Sang hero atau tokoh protagonis selalu menang di akhir kisah meski babak belur dan nyaris tewas pada awal atau pertengahan cerita. Rupanya, ada semacam moral budaya India (Hindu) yang mengharamkan kejahatan menang atas kebaikan.
Berbagai peristiwa kerusuhan di tanah air tak jarang lambat diredam atau dihentikan. Intel kepolisian mungkin tak memiliki jaringan mata dan telinga yang secara dini dapat mendeteksi dan menangkap adanya tanda-tanda awal kerusuhan atau adanya potensi signal kerusuhan sehingga sedapat mungkin dicegah.
Harapan bahwa warga masyarakat dengan jujur, ikhlas, dan berani menjadi perpanjangan mata dan telinga polisi sulit terpenuhi. Selain rasa takut karena bisa turut dilibatkan sebagai saksi, juga tak mau ambil pusing karena sudah kepusingan tujuh keliling karena masalah rutin yang dihadapi sehari-hari.
Anjuran pemerintah agar antara sesama warga dan kelompok harus saling melindungi serta bukan baku hantam atau saling menganiaya dan bahkan saling melikuidasi. Sesungguhnya, negara yang direpresentasikan oleh pemerintah harus melindungi warganya di dalam seluruh jenis kegiatan yang bertujuan mengembangkan dan menyempurnakan hidupnya.
Namun, terkesan kuat seakan-akan negara (pemerintah) tidak melindungi warganya, melainkan bersikap membiarkan terjadinya saling hantam antara sesama warga, terutama dalam kasus yang bermuatan SARA.
Sebagai contoh, peristiwa pengrusakan rumah, tempat hunian, dan tempat ibadah serta penganiayaan umat Ahmadiyah yang berulangkali terjadi adalah bukti paling nyata tentang gagalnya pemerintah melindungi rakyatnya.
Demikian pula peritiwa main hakim sendiri, baik oleh alat penegak hukum dan ketertiban, maupun oleh sesama warga dan kelompok di antara sesamanya karena ingin membela kepentingan masing-masing atau ingin menang sendiri tanpa mempertimbangkan rasa adil dan keadilan yang harus dijunjung tinggi.
Ungkapan bahwa setiap manusia sama di depan hukum, yang semakin kehilangan maknanya, harus diwujudkan oleh pemerintah sebagai pelindung sejati.
Sumber studi kasus:
http://metronews.fajar.co.id/read/106926/51/negara-harus-lindungi-rakyat
Langganan:
Postingan (Atom)